Dari Ibnu Umar radhiallohu ‘anhuma beliau berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir.” (HR Bukhari)
Dalam buku Martin Lings, berjudul Muhammad, dikupas mengenai baik buruk seseorang yang hidupnya sebagai orang asing dan musafir dengan ciri suka berpindah dan tidak menetap ditinjau dari sejarah. Nenek moyang bangsa Arab adalah sebagai pengembara, yang tinggal ditenda-tenda dan suka berpindah-pindah. Dalam berpindah-pindah seseorang itu akan membawa hal yang praktis dan ringan saja dan meninggalkan barang bawaan yang repot dan memberatkannya.
Karena itu pengembara identik dengan kebebasan. Sebagai pengembara seseorang akan menjadi penguasa di suatu masa dan suatu tempat tertentu saja sehingga terhindar pada keterikatan waktu dan tempat. Dengan membongkar tenda dan berpindah ini simbol ia kan menanggalkan kehidupan yang kemarin dan menatap hari esok dengan lebih baik.
Cara hidup mengembara tentu berbeda dengan sikap hidup orang yang menetap. Sikap hidup orang yang menetap akan menjadikan orang itu seperti tahanan, terbelenggu dengan waktu dan tempat. Orang yang menetap akan menjalani hidup yang sama pada kemarin, sekarang dan masa akan datang dan hanya akan menjadi bulan-bulananan waktu.
Bila telah tumbuh menjadi kota, maka bersaranglah aneka kecurangan, segala intrik masyarakatnya, kemalasan dan berhura-hura tersembunyi dibalik-dinding-dindingnya, kecintaan terhadap sesuatu mengurangi ketajaman penglihatan dan sikap waspadanya. Segala sesuatu akan membusuk disana.
Dalam mamahami sikap hidup pengembara dan menetap, sebetulnya paling tidak ada 2 pelajaran penting pertama, menjadikan dunia itu asing dan pengembara, menunjukkan bahwa hidup didunia adalah rentang yang sangat pendek dari safari perjalanan manusia, mulai dari alam arwah sebelum manusia dilahirkan hingga menuju kematian memasuki alam kubur, alam barzah, alam Mahsyar, alam surga atau neraka.
Pengertian kedua bahwa hidup didunia ini adalah bersifat tidak tetap selalu berubah-ubah dan tidak kekal, tidaklah sebagai suatu yang dapat dipegang atau disandarkan, karena itu diri tidak boleh berkecenderungan dengan dunia, karena pasti itu akan ditinggalkan sedangkan alam akhirat adalah kekal dan nyata dan merupakan tempat yang menjadi tujuan pengembaraannya.
Perbedaan itu bukan berarti, kita saat ini yang menetap juga melakukan hal itu secara fisik, kemudian menjadi pengembara dengan meninggalkan tanggung jawab. Namun sebaiknya itu dapat diambil pelajaran. Dalam hal ini, dapat juga diumpamakan agar seseorang itu memiliki semangat untuk pindah, dalam artian tidak menyukai dirinya tenggelam dalam kemaksiatan namun berupaya hijrah meninggalkan kemaksiatan untuk sesuatu yang lebih baik.
Dirinya selalu berkesadaran untuk tidak terlalu menyenangi dunia, karena kecintaan dunia akan membelenggu diri dan menghalangi tujuan akhir yang sebenarnya yaitu kehidupan akhirat kelak. Bekal yang berat berupa dunia akan ditinggalkan, namun akan memilih bekal diakhirat yang dapat dititipkannya kepada Allah, hingga seseorang itu menyongsong kematiannya dengan ringan dan bebas, itulah sebenar-benarnya orang yang cerdas.
Firman Allah : Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.(Ghafir : 39)
Tidak kebetulan juga kemudian bila banyak para wali dan aulia yang lainnya menjadi seorang pengembara dalam menyebarkan da’wahnya, hingga kemudian menemukan tempat yang cocok dan menetap melalui pendirian masjid dan pondok pesantren.
Wallahu a’lam