
Pada tanggal 25 Mei 2021 saya terkena covid berdasarakan hasil test PCR di salah satu klinik di Sarajevo. Gejala memang sudah ada yakni adanya batuk dan demam tinggi. Kala itu saya berpikir batuk biasa, namun setelah mengamati ternyata saya bersinggungan dangan orang yang kena covid baru saya sadar kalau saya tertular covid 19.
Awal di vonis covid hal yang mendasar adalah tidak percaya kalau kena covid mengingat di Sarajevo kasus baru sudah sangat minim hanya dibawah 10 saja perharinya. Kenyataan menyebutkan saya positif tertular virus covid 19. Pikiran pun mulai kuatir mengingat saya juga dalam perawatan jantung dan terbayang fase fase covid mulai menyerang tubuh seperti ke pencernaan, pernapasan dengan sesak napas hingga tidak merasakan makanan semuanya berasa pahit. Pikiran jelek terus bergelayut kemungkinan virus corona ini berdampak buruk pada saya. Namun kembali pada fikiran positif bahwa covid 19 banyak sembuhnya dan sebenarnya penyakit flu biasa yang semuanya bisa ditanggulangi.
Lebih sedih lagi kemudian anggota keluarga istri dan anak saya tertular covid 19 dan perkara isolasi menjadi masalah tersendiri. Mengingat keadaan saya selama covid agak lemah dibanding istri dan anak yang tampak kuat dalam menjalankan isolasi mandiri, akhirnya saya memutuskan untuk dirawat di paviliun khusus Covid 19 di Rumah sakit Abdullah Nakas Sarajevo.
Keputusan ini benar adanya sehingga istri dan anak bisa fikus dengan isolasinya serta saya sendiri pasrah dengan perawatan yang dilakukan para nakes kepada saya di Rumah sakit. Kebetulan fasilitas covid 19 di RS Abdulah Nakas lagi sepi pada saat itu hanya 5 pasien yang barengan dengan saya dari kapasitas ruang isolasi sebanyak 100 pasien. Alhasil para nakes bisa fokus kepada saya untuk membantu proses isolasi.
Fokus para nakes adalah mengembalikan imun tubuh lewat pemberian vitamin ati biotik, mengawasi kadar minum saya, kadar istrahat yang cukup dan therapi pernapasan dan olah raga setiap harinya. Terus terang hal yang paling sulit adalah menghabiskan waktu tidak melakukan apa apa itu yang sulit, terbiasa sibuk. Namun dengan itu saya sadar bahwa tubuh butuh istrahat untuk fokus pada hal hal yang membuat kita sibuk kepada hal hal yang mendekatkan diri kepada Allah, beribadah dan mengaji sambil tafakur mengapa saya tertimpa covid 19, pasati ada pesan dibalik itu.
Saya sama sekali tidak memperdulikan urusan kantor dan lebih banyak membangun komunikasi dengan anggota keluarga kerabat dan ambil pelajaran dari teman teman yang bernasib serupa terkena covid 19.
Banyak hal kecil yang ujungnya saya sangat bersyukur terkena covid 19. Selama ini pernapasan dan percernaan yang diberikan kita tidaklah menjadi perhatian. Kala makan saya suka terburu buru yang menjadikan saya cegukan padahal kebiasaan makan cepat itu sangatlah tidak baik. Selama perwatan covid saya diajarjan makan pelan dan mencoba menikmati makanan yang masuk ke tubuh. Begitu juga dalam pernapasan terapi di berikan untuk menghirup napas lewat hidung dan mengeluarkan lewat mulut begitu juga senam lidah mengingat nada bicara saya juga harus dilatih karena napas menjadi pendek. Intinya saya belajar banyak untuk lebih mensyukuri karunia Allah atas pernapasan dan pencernaan yang sudah diberikan untuk kesehatan ke depan.
Alhamdulilah selama 10 hari akhirnya saya dapat keluar dan dokter tidak menyarankan saya untuk test PCR mengingat selama isolasi sudah cukup bila covid 19 itu sudah lenyap. Namun benar saja saya coba antigen dan hasilnya memang sudah negatif.
Begitulah cerita dan share pengalaman saya ikut isolasi di Paviliun covid 19 di RS abdullah Nakas di Sarajevo, semoga manfaat.
Wallahu a’lam